Selama kuliah, saya diajari bahwa tidak ada perpustakaan yang bisa seratus persen memuaskan pemustakanya.
Hal itu memang benar secara logika–karena tidak mungkin ada perpustakaan yang bisa memberikan semua kebutuhan bacaan pemustakanya, apalagi dengan sifat manusia yang tidak pernah puas. Namun, ketika kini saya sudah menjadi pustakawan dan mengalami hal-hal seperti:
- Ada yang bertanya, “Ada buku ini nggak?” dan saya terpaksa menjawab, “Yah, maaf ya Mbak/Mas, nggak ada tuh.”
- Ada buku baru dan si A pinjam duluan, lalu si B datang dan pengin pinjam juga. Saya terpaksa harus bilang, “Yah, maaf, bukunya udah dipinjam sama Mas/Mbak A.”
- Anggaran bulan itu sudah habis untuk membeli buku-buku lain, padahal masih ada buku hasil request pemustaka yang belum dibeli.
… di situ kadang saya merasa sedih. 😦
Terlepas dari sifat saya yang memang nggak suka mengecewakan orang, sebagai pustakawan–yang termasuk profesi “pelayan masyarakat”–sudah sepantasnya saya memiliki keinginan untuk selalu memberikan yang terbaik bagi pemustaka.
Jadi, saya mulai berusaha berpikir kreatif: bagaimana cara meminimalisasi kekecewaan pemustaka?
Waktu kuliah dulu, saya belajar tentang jaringan dan kerja sama antarlembaga informasi, khususnya perpustakaan. Di sana saya diperkenalkan pada program “silang layan”, “tukar-menukar koleksi”, dan “katalog bersama”. Kalau saat ini saya sedang mengerjakan ujian dan dihadapkan pada kasus saya di atas, saya akan menjawab panjang lebar yang menguraikan agar si pustakawan melakukan tiga hal itu.
Tapi, ini bukan ujian. Dunia nyata tidak sesempit lembar jawaban ujian.
Perpustakaan kantor saya adalah perpustakaan khusus di sebuah media cetak nasional yang bernaung di bawah grup media besar. Di grup kami, subsidiary yang memiliki perpustakaan hanya PT kami saja. Unit grup yang lain, baik media cetaknya maupun media elektroniknya, tidak punya perpustakaan.
Jadilah saya bingung: kalau saya mau membangun kerja sama dan jaringan informasi, saya harus berjejaring dengan siapa?
Waktu saya berbalas tweet dengan akun @DuniaPerpus beberapa bulan lalu, adminnya sempat menyinggung betapa akan keren sekali kalau ada katalog bersama antara perpustakaan-perpustakaan media (cetak). Tapi saya nggak yakin hal itu bisa dilakukan, saking ketatnya persaingan antargrup media di Indonesia. Orang awam pun tahu bagaimana media di Indonesia terkotak-kotak di bawah grup yang berbeda-beda dan saling berkompetisi. Hal itu sudah berlangsung bertahun-tahun. Tentu tidak mudah mengubahnya, apalagi saya tak punya otoritas apa pun untuk mengajukan hal semacam itu.
Apalagi perpustakaan saya adalah perpustakaan khusus. Rasanya lebih sulit bagi perpustakaan khusus untuk menjalin jejaring, apalagi karena koleksinya cenderung untuk internal kantor.
Saya pun berusaha googling “Forum Perpustakaan Khusus” di internet. Siapa tahu ada, mengingat perpustakaan sekolah dan perpustakaan perguruan tinggi saja sudah punya forum/asosiasi masing-masing. Ternyata ada! Sayang, forum itu adalah forum perpustakaan khusus kementerian dan lembaga negara. Waktu saya telusur lebih jauh, sepertinya forum perpustakaan khusus se-Indonesia (tanpa memandang lembaga pemerintah atau swasta) juga ada (atau pernah ada), tapi tampaknya sekarang vakum. Saya juga pernah mencoba bergabung di milis Forum Perpustakaan Khusus, tapi postingannya kebanyakan spam, jadi saya keluar.
Akhirnya, misi mencari mitra jejaring saya pending. Saya pun kembali ke cara tradisional: “Yah, maaf ….” dan menambahkan buku yang pemustaka inginkan ke daftar rikues untuk dibeli bulan berikutnya.
Begitulah. Memuaskan pemustaka itu tidak mudah. Padahal, bagi seorang pustakawan, senyuman pemustaka saat menerima buku dengan berseri-seri sambil mengatakan, “Makasih ya….” itu priceless banget. :’) I want to keep those smiles on their faces. :’)
kapipi harus ke perpus fikom! harus ke perpus fikom!
nanti kita main scrabble. *YHA*
… scrabble bisa memuaskan pemustaka (pengunjung perpustakaan), ya? 😀
ada dakon juga loh……
……
……
btw ini blog-ku yang ngga pernah disentuh, gausah di follow :v
Monopoli? Bekel? Keren! :)))
Gapapa, gambar Bebear-nya lucu kok. :3
monopoli ada! wkwk bekel ada bijinya aja ga ada bolanya hahahaha
Baru baca tulisan yang ini dan saya harus ngakuin: bener bangeeet mba pi. Ekspektasi ttg anggaran, ttg manajemen perpus dan koleksi sewaktu kuliah dl buyar. Realitanya enggak semudah itu juga.
Iya Riska. Pokoknya realitas itu jungkir balik dari teori ideal. Kamu udah kerja jadi pustakawan sebelum lulus, ya? Itu bagus, jadi punya bekal sebelum masuk ke rimba sesungguhnya.
Good luck!