Seruni C-229

Baru keingetan untuk cerita di sini. Kemarin itu langsung post di IG, sih, jadi lupa nulis di blog. Padahal udah bertekad untuk nulis semua behind the scene cerita-cerita saya di sini, biar rapi. Makanya saya tetap tulis di sini meskipun udah diceritain pakai slide IG.

Jadiii, alhamdulillah tanggal 31 Agustus kemarin saya juara dua Lomba Cerpen Teman Tulis Lontara. Senang banget~ Soalnya bulan Juli-Agustus kemarin itu saya memang lagi agak ambis, ikut banyak lomba cerpen dan novel. Tapi cuma ini yang menghasilkan, haha. Itulah kenapa jadi senang banget.

Selain itu … mungkin kebanyakan penulis juga mengalami hal yang sama, ya. Setiap habis menulis sesuatu, ada semacam “feeling” mengenai tulisan tersebut. Apakah tulisan tersebut bagus banget/bagus aja/mayanlah/oke/buruk untuk standar pribadi si penulis? Saya rasa, rata-rata penulis bisa menjawab pertanyaan itu. Intinya sih, penulis tahu mana karyanya yang bagus dan yang kurang bagus. Lebih jauh, penulis jadi bisa meraba alias punya feeling apakah tulisan itu akan punya kemungkinan menang kalau diikutsertakan dalam lomba. Kalau tulisannya terasa bagus, rasa percaya diri jadi meningkat, dan feeling “bisa menang” pun tumbuh. Sebaliknya, kalau tulisannya terasa kurang bagus, pasti muncul feeling “ah kayaknya nggak masuk, nih”.

Tentu saja, feeling semacam itu juga sangat mungkin bisa salah karena yang namanya lomba menulis tidak bisa diprediksi. Ada berbagai faktor lain yang menentukan: juri, saingan/kompetitor/peserta lain, kesesuaian tema, dsb dsb. Tapi kadang-kadang feeling semacam itu, turns out, nggak salah. Beberapa kali saya merasakannya — contohnya untuk cerpen You’ve Got Bookmail — dan alhamdulillah feeling itu benar. 🙂

(Btw, feeling seperti ini tidak boleh diandalkan/dijadikan pegangan lho ya, apalagi sampai bikin sombong. Kalau sombong, sudah hampir pasti bakal kalah.)

Cerpen Seruni C-229 (judul yang di gambar di atas salah ketik) yang saya tulis untuk lomba ini pun, ketika selesai menulisnya, juga membuat saya merasakan feeling bahwa cerpen ini adalah salah satu karya terbaik saya. Well — sebetulnya faktor effort juga, sih. Effort untuk menulis cerpen ini termasuk besar karena bagi saya, Seruni C-229 adalah perwujudan studi karakter yang mendalam. Waktu itu saya lagi nonton sesuatu dengan karakter protagonis yang introver, pasif, inferior, nggak banyak bicara, tapi sangat sangat sangat observant, peka, dan sebetulnya nggak lemah/payah meski tampak lemah/payah. Dia beda dari trope protagonis pada umumnya untuk jenis tontonan yang saya tonton itu. Latar belakang keluarganya yang disfungsional-lah yang membentuk dia jadi seperti itu, yang pada akhirnya, malah memberikan talenta lain padanya.

Saya cukup terkesan sama si protagonis itu. Saya rasa, saya merefleksikan dan memproyeksikan karakter dia ke dalam karakter Melia di cerpen Seruni C-229. Karakter Melia tentu saja nggak 100% sama dengan si protagonis itu, tapi perasaan gloomy yang terpancar dari protagonis itu selama saya menonton serialnya saya serap habis-habisan dan saya suntikkan ke dalam karakter Melia selama menulis Seruni C-229. Saya sengaja menggunakan POV orang pertama agar segala perasaan itu tersalurkan dengan baik. Makanya saya katakan bahwa cerpen Seruni C-229 adalah hasil studi karakter yang mendalam. Kalau ada yang tanya kata apa yang saya asosiasikan dengan cerpen ini, saya akan menyebutkan kata “psychological“. Bagi saya, cerpen ini sangat psychological. Saya betul-betul masuk, merasuk, embody karakter Melia dan mengulik-ulik sisi psikologisnya yang kompleks dan suram.

Tapiii tentu saja itu dari kacamata saya sebagai penulis, ya. Orang lain yang membaca cerpen ini, saya rasa, tidak akan menyebut psychological sebagai trait yang paling menonjol dari cerpen ini.

Sebelumnya saya sebut dulu: tema Lomba Cerpen Teman Tulis Lontara adalah “keluarga”. Cerpen Seruni C-229 menceritakan tentang Melia yang selalu menjadi bayang-bayang kakaknya, Runi. Suatu hari Runi meninggal. Orang tua mereka hancur dan tenggelam dalam kesedihan, sampai akhirnya memesan pembuatan humanoid artifisial yang menyerupai Runi ke perusahaan teknologi termahsyur. Melia pun kembali tersisih di keluarganya — dulu oleh Runi, sekarang oleh humanoid yang dibuat berdasarkan Runi. Melia pun menyadari bahwa dirinya mungkin tidak akan pernah punya tempat dalam keluarganya.

Sejak pertama kali melihat tema “keluarga”, saya langsung mikir, “Mau nulis tentang sibling dynamics.” Saya memang suka genre family, salah satu my best juga ketika masih nulis di FFN — dan di antara begituuu banyaknya tema dan trope yang bisa diambil untuk genre family, sibling dynamics adalah salah satu subtema favorit saya.

Tadinya saya mau nulis cerita yang sama sekali beda, bahkan udah setengah jalan nulisnya. But it didn’t work. Akhirnya saya obrak-abrik lagi isi kepala, berpikir keras, berusaha mencari ide. Dan seperti biasa, kalau udah buntu nyari ide baru, saya akan kembali ke bank ide saya yang berisi ide-ide lama yang belum jadi dieksekusi.

Kebetulan ide yang akhirnya saya angkat untuk Seruni C-229 itu ide yang belum lama-lama banget sebenernya — mungkin baru setahunan umurnya. Tadinya mau saya bikin untuk novel, tapi belum jadi karena saya tahu bakal butuh effort besar untuk nulis novel dengan jalan cerita seperti itu. Akhirnya idenya disimpan dulu ….

… dan sebenarnya, ide orisinalnya nggak tepat seperti hasil akhir eksekusinya. :))) Ide yang akhirnya diwujudkan dalam cerpen Seruni C-229 itu hasil modifikasi. Tapi saya senang dengan hasil akhir yang seperti itu~

Modifikasinya seperti apa? Well, tadinya tuh bukan humanoid, melainkan sesuatu yang lain haha. Saya modif jadi humanoid karena terinspirasi sama Android No. 18, salah satu karakter dari komik Dragon Ball. Si No. 18 ini my first anime girl crush pas SMP sejak pertama kali baca dia di komik DB vol. 29, saking cool dan cantiknya dia. xD

Cakep banget kaaan xD

(Gambar dari Google Images)

Karena sejak remaja di kepala saya udah tertanam soal human android alias humanoid inilah, mengeksekusi Seruni C-229 jadi nggak terlalu sulit. Referensi lainnya juga saya peroleh dari berbagai film dan serial barat serta drakor yang mengandung robot/bagaimana manusia bisa hidup berdampingan dengan robot, antara lain Star Wars, The Mandalorian, Are You Human?, My Absolute Boyfriend, I’m Not a Robot.

Terus … saya sebenarnya awalnya berniat membuat cerpen ini berlatar di luar negeri. Bahkan saya udah mikirin nama-nama karakter dari negeri tersebut! Tapi, saya batalkan. Salah satu alasannya karena saya belum sepenuhnya pede nulis cerita berlatar luar negeri. Makanya akhirnya latarnya di Indonesia (meskipun latar itu pada akhirnya nggak terlalu dieksplorasi sih). Alasan lainnya, biar yang baca lebih dapet rasa sehari-harinya dan bisa merasa lebih relate kendati cerpen ini mengandung elemen sci-fi.

Ngomong-ngomong tentang sci-fi, mungkin bakal ada pembaca yang menganggap cerpen ini adalah cerpen sci-fi. Bahkan Tiphey pun awalnya — ketika belum tahu tema lombanya — mengira tema lomba tersebut adalah futuristik usai dia membaca cerpen ini. Tapi yah, sebetulnya kan elemen sci-fi itu nggak saya eksplor sampai detail juga (alasan saya hepi mengeksekusi ide ini “hanya” sebagai cerpen — jadi nggak perlu riset mendalam soal sci-fi-nya :p). Buat saya pribadi, saya akan memasukkan cerpen ini ke genre family/angst/hurt/comfort (selain psychological tadi, ya). Bagi saya, genre family memang paling cocok disandingkan dengan kedua genre itu … soalnya inti menyajikan cerita bergenre family adalah bikin orang nangis atau minimal terharoe, ya nggak sih? :p

Jadi yah, tentu saya harap pembaca cerpen ini kelak menitikkan air mata saat membacanya. xD

Ah iya, cerpen ini nanti bisa dibaca ketika diterbitkan dalam buku kumpulan cerpen 12 terbaik Lomba Teman Tulis Lontara. Seharusnya nanti bukunya juga dijual untuk umum, jadi silakan nantikan~! Saya akan sangat senang kalau nantinya cerpen ini dibaca lebih banyak orang. 🙂

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: